B A B I
Rekayasa
sungai adalah ilmu yang mempelajari perilaku sungai termasuk cara/teknik
pemanfaatan sungai tersebut secara optimum.
Sebagai
salah satu sumber alam, sungai merupakan salah satu sumber air yang pokok
diantara sumber-sumber air yang lain.
Beberapa
kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia disediakan oleh sungai antara lain :
·
Bahan baku untuk air bersih (keperluan rumah
tangga) dan air pertanian.
·
Sumber tenaga
pembangkit listrik
·
Sarana lalu-lintas
·
Dan sebagainya
Disamping
menguntungkan buat kehidupan manusia sungai dapat pula memberikan aspek negatif
terhadap kehidupan manusia, seperti:
- Banjir
- Gerusan
- Pengendapan
- Gangguan
pada lalu lintas air
- Dan
lain-lain
Tujuan utama
dari Rekayasa sungai adalah bagaimana mendapatkan manfaat dari sungai untuk
kehidupan manusia dan mengurangi/mencegah aspek negatif yang ditimbulkannya
serta untuk menjaga kelestarian sungai tersebut.
Rekayasa sungai
sangat erat kaitannya dengan cabang ilmu2 lain seperti :
- Hidrologi
- Hidrolika
- Geologi
- Angkutan
sedimen dan Morfologi
Teknik
persungaian dapat dibagi dalam tiga kelompok utama :
Pengaturan
alur sungai
Pengaturan
debit
Pengaturan
muka air
Bangunan
air sungai mempunyai berbagai sasaran seperti Irigasi, tenaga air, lalu-lintas
air, penanggulangan banjir dan sebagainya.
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi sangat menunjang tugas dari para ahli teknik
persungaian. Gejala dan proses alam lebih banyak diketahui, sedangkan sarana
penunjang seperti model fisik dan model matematik mengalami banyak
perkembangan.
B A B II
Hidrologi Umum
2.1. Siklus Hidrologi
Sirkulasi air dari
lautan melalui atmosfir dan permukaan daratan untuk kemudian kembali lagi ke
lautan disebut daur/siklus hidrologi. Gerak dari daur tersebut dibatasi oleh
suatu hubungan yang rumit antara beberapa fenomena pengangkutan dengan berbagai
unsur penimbunan.
Bagi
ahli hidrolgi semua tingkatan dari daur hidrologi adalah penting. Namun bagi
ahli persungaian yang penting hanya sebahagian saja dari daur hidrologi yaitu
proses limpasan di daerah pengaliran. Sebagian dari presipitasi merembes ke
dalam tanah dan mengalir dengan lambat diantara lapisan tanah dan menuju ke
sungai dan anak sungai dan terus menuju ke laut. Air kembali menjadi air
permukaan. Selama dalam proses ada air yang hilang akibat penguapan dari air
permukaan, tanah dan tumbuh-tumbuhan.
Siklus hidrologi dapat digambarkan sebagai
berikut :
Peristiwa
penguapan (evaporasi) dari permukaan air laut berlansung secara menerus,
uap air naik keatas berubah menjadi awan-awan tertiup angin ke wilayah daratan
setelah mencapai titik kondensasi akan turun sebagai hujan. Air yang jatuh
sebagai hujan akan mengalami beberapa peristiwa perjalanan antara lain :
- Ada
sebagaian air yang tersimpan pada tumbuhan (pohon-pohonan) atau vegatasi
disebut Intersepsi (Peristiwa tertahannya air hujan oleh ujung daun).
- Sebagian
lagi tertahan dan tersimpan pada tempat2 yang rendah yg disebut dengan Retensi.
- Sebagian
air hujan menguap akan menguap kembali ke atmosfir yang disebut dengan Evaporasi.
- Sebagian
air menguap melalui tumbuhan yang disebut dengan Transpirasi.
- Sebagian
air akan mengalir pada permukaan tanah dan akan mengisi sungai, danau dan
waduk, aliran ini disebut dengan surface run off.
- Sebagian
air akan meresap masuk ke dalam tanah yang disebut dengan Infiltrasi.
- Sebagian
air akan mengalir di bawah muka tanah yang disebut aliran bawah permukaan atau sub
surface run off.
- Sebagian
lagi menyusup lebih dalam lagi ke dalam tanah yang disebut dengan perkolasi.
Dan ini memberikan sumbangan terhadap kejadian aliran air tanah untuk
selanjutnya kembali lagi ke lautan.
danau
|
sungai
|
laut
|
Jadi
air limpasan (run off) pada suatu daerah pengaliran tergantung dari :
- Faktor hidrometereologi
- Karakteristik fisik dari daerah
pengaliran
Atau dapat digambarkan dengan rumus :
R = P - E + DS
dimana
:
R = Air limpasan (run
off)
P = Presipitasi
E = Evaporasi
D S = Penimbunan air (storage)
Dari
rumus tersebut di atas dapat dilihat bahwa air limpasan dari suatu sungai dapat
dihitung data data curah hujan dan penguapan.
Untuk
perhitungan ini terdapat beberapa cara. Namun karena karakteristik dari daerah
pengaliran tidak seragam perlu didukung oleh suatu studi yang mendalam.
Karena
curah hujan dan debit mempunyai sifat stokastik diperlukan suatu elaborasi
statistik sebelum kita mendapatkan korelasi antara curah hujan dan debit.
Namun
yang lebih penting bagi seorang ahli teknik persungaian adalah korelasi antara
debit dan tinggi muka air.
Banyak
fenomena sungai yang dapat dikaitkan dengan tinggi muka air yang dijabarkan
dalam bentuk hidrograf (diagram tinggi muka air vs waktu) yang merupakan
informasi dasar untuk teknik persungaian.
2.2.
Penggolongan sungai
Tergantung
dari karakteristik curah hujan dan daerah pengaliran dapat dibedakan 3 macam
sungai, yaitu:
1. Sungai
Ephemeral
2. Sungai
Intermitten
Adalah
sungai yang mengalirkan air pada musim hujan saja, sedang musim kemarau tidak
mengalirkan air (kecuali air dari hujan), karena MAT penghujan di atas dasar
sungai dan MAT musim kemarau di bawah dasar sungai.
3. Sungai
Perennial
Adalah
sungai yang mengalirkan airnya sepanjang tahun, karena MAT tidak pernah dibawah
dasar sungai.
2.4.
Presipitasi
Untuk suatu
daerah aliran sungai di Indonesia ,
variasi musim dapat mempunyai curah hujan sebesar :
- musim
basah : 2000 – 3000 mm
- musim
kering : < 50 mm
Sedangkan
variasi tahunan di Indonesia
umumnya berkisar antara 2000 – 3000 mm per tahun. Dengan demikian dapat
dibayangkan betapa besarnya debit sungai-sungai di Indonesia pada musim hujan,
serta betapa keringnya pada musim kemarau.
Hujan maksimum
untuk daerah dengan dua musim akan terjadi sekitar 1 – 2 bulan sesudah matahari
mencapai ketinggian maksimum.
2.5.
Akumulasi
Jenis akumulasi
air dapat dipisahkan menjadi :
a) Akumulasi
air tanah, besarnya tergantung pada kemiringan daerah aliran sungai, struktur
antara lapis tanah, dan struktur butir tanah.
b) Akumulasi
air permukaan, berupa cekungan-cekungan dipermukaan, baik alami maupun buatan
(waduk).
c) Akumulasi
air dalam bentuk salju atau es (di Indonesia tidak banyak).
2.6.Evaporasi
Besarnya
evaporasi (pengauapan) akan mempengaruhi terhadap besarnya koefisien pengaliran
(a).
Misal suatu sungai dengan iklim basah dengan penguapan besar, maka koefisien
pengaliran (a)
akan kecil. Dengan adanya penguapan maka praktis koefisien pengaliran tidak
mungkin =1.
Mungkinkah
koefisien pengaliran (a)
= 0?, hal ini hanya mungkin terjadi pada sungai di daerah gurun pasir, atau
sungai di bawah tanah, dimana curah hujan yang akan jatuh akan langsung masuk
ke bawah.
BAB III
Karakteristik Daerah Aliran Sungai
2.1
Pengertian
Pengertian sungai :
1. PP.
No.35/1991: Adalah sebagai suatu tempat atau wadah serta jaringan pengaliran
air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta
disepanjang pengalirannya oleh garis sempadan.
2. Sungai
adalah suatu alur alamiah yg panjang di atas permukaan bumi yg mengalirkan air
dan sedimen dari daerah tangkapan hujannya, yg kemudian bermuara ke danau dan
laut.
1.
FAO(Food and Agricultural Organization, 1962): DAS adalah suatu kawasan yang
mengalirkan air yang jatuh diatasnya kedalam suatu sistem aliran sungai yang
mengalir dari hulu menuju ke muara atau tempat2 tertentu atau pada suatu tempat
pengukuran arus.
3. Das
adalah suatu wilayah atau kawasan dimana topografinya, yaitu kemiringan lereng
yang bervariasi dengan dibatasi oleh punggung bukit atau gunung, yang dapat
menampung seluruh curah hujan yang
terjadi dan mengalirkannya ke sungai utama maupun anak sungainya yang pada
akhirnya akan bermuara ke laut.
Jadi
garis batas Daerah Aliran Sungai adalah punggung permukaan bumi yang dapat memisahkan
dan membagi air hujan menjadi aliran permukaan ke masing-masing DAS.
2.2
Pola Aliran
Sungai
di dalam semua daerah DAS mengikuti suatu aturan bahwa aliran sungai
dihubungkan oleh suatu jaringan satu arah dimana cabang dan anak sungai
mengalir ke dalam sungai induk yang lebih besar dan membentuk suatu pola
tertentu. Pola ini tergantung dari pada kondisi topografi, geologi, iklim,
vegetasi yang terdapat didalam DAS yang bersangkutan.
Secara
keseluruhan kondisis tersebut akan menentukan karakteristik sungai didalam
bentuk polanya.
Beberapa
pola aliran yang terdapat di Indonesia
:
1. Radial
Pola
ini biasanya dijumpai di daerah lereng Gunung Api atau daerah dengan topografi
berbentuk kubah.
Contoh:
G.Semeru dan Ijen di Jawa Timur, Gunung Merapi dan Slamet di DI.Jogya
2. Rectangular
Terdapat
di daerah batuan kapur, missal di daerah gunung gidul di propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta.
3. Trellis
Biasanya
dijumpai pada daerah dengan lapisan sedimen di daerah pegunungan lipatan di
Sumbar dan Jateng.
4. Dendritik
Pola
ini pada umumnya terdapat pada daerah dengan batuan sejenis dan penyebarannya
luas.
Misalnya
suatu daerah ditutupi oleh endapan sedimen yang luas dan terletak pada suatu
bidang horizontal di daerah dataran rendah bagian timur Sumatera &
Kalimantan.
2.3
Bentuk Daerah Aliran Sungai (DAS)
Pola
sungai menentukan bentuk suatu DAS. Bentuk DAS mempunyai arti penting dalam
hubungannya dengan aliran sungai, yaitu berpengaruh terhadap kecepatan
terpusatnya aliran.
Setelah
DAS ditentukan batasnya, maka bentuk DAS dapat diketahui ,yaitu :
1. Memanjang
2. Radial
3. Paralel
4. Komplek
1. Bentuk
Memanjang
Biasanya
Induk sungainya akan memanjang dengan anak2 sungai lansung masuk ke induk
sungai. Kadang-kadang berbentuk seperti bulu burung. Bentuk ini biasanya akan
menyebabkan debit banjirnya relatif kecil karena perjalanan banjir dari anak
sungai berbeda-beda waktunya.
2. Bentuk
Radial
Bentuk
ini terjadi karena arah alur sungai seolah-olah memusat pada satu titik
sehingga menggambarkan adanya bentuk Radial. Kadang-kadang gambaran tersebut
berbentuk kipas atau lingkaran. Akibat bentuk tersebut maka waktu aliran yang datang
dari segala penjuru arah alur sungai memerlukan waktu yang bersamaan. Apabila
terjadi hujan lebat akan menyebabkan banjir besar.
3. Bentuk
Parallel
DAS
ini dibentuk oleh dua jalur Sub DAS yang bersatu dibagian hilirnya.
Banjir
dapat terjadi dihilir setelah titik pertemuan kedua Sub DAS tersebut.
4. Bentuk
Komplek
Merupakan
gabungan dasar dua atau lebih bentuk DAS.
2.4
Alur Sungai
Secara
sederhana alur sungai dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1. Bagian
hulu/Daerah pegunungan (Upper regime)
2. Bagian
tengah/Daerah transisi (Middle Regime)
3. Bagian
hilir/Daerah Dataran (Lower regime)
1. Bagian
hulu/Daerah pegunungan (Upper regime)
Ciri-ciri
sungai pada bagian hulu ini adalah :
1. Kemiringan
dasar sungai besar (curam)
2. Potongan
melintang berbentuk V
3. Palung
sungai sempit
4. Tebing
sungai tinggi
5. Kecepatan
aliran besar
6. Erosinya
tinggi
7. Sungai
terdiri dari batuan cadas, kerikil dan tanah.
2. Bagian
tengah/Daerah transisi (Middle Regime)
Ciri-ciri
sungai pada bagian ini adalah :
1. Kemiringan
dasar sungai agak landai
2. Potongan
melintang berbentuk V dan U
3. Lebar
palung sungai besar
4. Tebing
sungai agak rendah
5. Kecepatan
aliran tidak terlalu besar
6. Merupakan
daerah keseimbangan erosi dan pengendapan
7. Alur
sungai berupa endapan sedimen, bentuk endapan melebar kearah hulu dengan
material kasar di hulu dan material halus di hilir.
8. Arah
aliran berubah-ubah sehingga alurnya mempunyai pola berjalin (braided)
3. Bagian
hilir/Daerah dataran (lower regime)
Ciri-ciri
sungai pada bagian ini adalah :
1. Kemiringan
dasar sungai landai
2. Lebar
palung sungai besar
3. Alur
sungai berbelok-belok (meander)
4. Tebing
sungai agak rendah
5. Banyak
terjadi endapan (sedimentasi)
6. Kecepatan
aliran lambat
- Panjang dan
Kemiringan Sungai
Panjang sungai diukur dari titik muara sampai ujung bagian hulu sungai
utama. Penentuan sungai utama dipilih dengan cara menyelusuri percabangan alur
sungai yang memberikan luas DAS yang paling besar. Panjang sungai utama
dinyatakan dalam (km). Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan peta
topografi. Kemiringan sungai dihitungkan berdasarkan selisih ketinggian dua
kontur ketinggian terhadap panjang sungai.
2.5 Parameter Daerah Aliran Sungai
1. Luas
2. Panjang
dan lebar
3. Kemiringan
4. Orde
dan tingakat percabangan sungai
5. Koefisien
bentuk
6. Kerapatan
sungai
1. Luas
Garis
batas antara DAS adalah punggung permukaan bumi yang dapat memisahkan dan
membagi air hujan ke masing-masing DAS. Garis batas tersebut ditentukan dengan
berdasarkan perubahan kontur dari peta topografi sedangkan luas DAS dapat
diukur dengan planimetri. Skala peta yang digunakan akan mempengaruhi
ketelitian perhitungan luasnya.
Batasan penggunaan peta Topografi untuk
menghitung luas DAS:
Skala
Peta
|
Luas
DAS minimal (Km2)
|
Interval
Kontur
|
1
: 250.000
|
40
|
50
|
1
: 150.000
|
25
|
40
|
1
: 100.000
|
7
|
25
|
1
: 50.000
|
1,6
|
25
|
1
: 25.000
|
0,4
|
12,5
|
1
: 20.000
|
0,25
|
10
|
1
: 10.000
|
0,07
|
5
|
2. Panjang dan Lebar
Panjang DAS adalah sama dengan jarak datar dari muara kearah hulu
sepanjang sungai utama.
Lebar
adalah luas DAS dibagi dengan panjangnya.
3. Kemiringan Lereng
Kemiringan
lereng antara dua lokasi ketinggian dapat dihitung dengan persamaan berikut:
SL = dk/T
SL = kemiringan lereng (m/km)
dk = interval kontur (m)
T = AL/LR
TL = luas bidang diantara 2 kontur (km2)
LR = Panjang rata2 dua kontur (km)
4. Orde
Sungai
Alur
sungai didalam suatu DAS dapat dibagi dalam beberapa orde sungai.
Orde
sungai adalah posisi percabangan alur sungai didalam urutannya terhadap induk
sungai didalam suatu DAS. Makin banyak orde sungai akan semakin luas pula
DASnya dan semakin panjang pula Alur sungainya. Menurut Strahler alur sungai
paling hulu yang tidak mempunyai cabang disebut dengan orde pertama, pertemuan
antara 2 orde pertama disebut dengan orde kedua, pertemuan orde pertama dengan
orde kedua disebut juga orde kedua. Demikian seterusnya sampai pada sungai
utama ditandai dengan nomor orde yang paling besar.
Pemberian
nomor orde ini harus menggunakan peta topografi.
5. Koefisien
bentuk
Koefisien
ini memperlihat perbandingan antara luas daerah pengaliran itu dengan panjang
sungainya.
F = A/L2
F = Koefisien corak
A=Luas daerah pengaliran (km2)
L=Panjang Sungai Utama (km)
Makin
besar harga F, makin lebar daerah pengalirannya.
6. Kerapatan
Sungai
Kerapatan
sungai adalah suatu angka indek yang menunjukan banyaknya anak sungai didalam
suatu DAS. Indeks tersebut diperoleh dari persamaan sebagai berikut :
r = Ls/A
r = Indek kerapatan sungai
(km/km2)
Ls = Jumlah
panjang sungai termasuk panjang anak2 sungainya (km)
A = luas DAS (km2)
1. kurang
dari 0,25 km/km2 maka disebut rendah
2. 0,25
– 10 km/km2 disebut sedang
3. 10
– 25 km/km2 disebut tinggi
4. Lebih
dari 25 km/km2 disebut sangat tinggi
Berdasarkan
batasan tersebut di atas dapat diperkirakan suatu gejala yang berhubungan
dengan aliran sungai sbb:
1. Jika
nilai r rendah, alur sungai melewati batuan dengan resistensi keras, maka
angkutan sedimen yang terangkut aliran sungai lebih kecil jika dibandingkan
pada alur sungai yang melewati batuan dengan resistensi lebih lunak, apabila
kondisi lain yang mempengaruhi sama.
2. Jika
r sangat tinggi, alur sungai melewati batuan yang kedap air. Keadaan ini akan
menunjukan bahwa air hujan yang menjadi aliran akan lebih besar jika
dibandingkan suatu daerah dengan r rendah melewati batuan yang permeabilitasnya
lebih besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar